Secangkir Robusta ala Warung Tinggi

Dear HomeyBites,

Siapa diantara kalian yang gemar minum kopi? Saya sendiri tidak begitu menyukai minuman bernama kopi kalau tidak dicampur dengan krimer atau susu dan juga gula. Suatu hari saya menemukan sebuah kedai kopi yang konon menjadi kedai kopi tertua di Jakarta, bahkan mungkin di Indonesia. Sebuah tempat yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda silam. Warung Tinggi.

Jika ada sebuah kedai kopi yang rupanya lebih tua daripada yang ini, tolong ralat blog ini :)). Bukan tanpa ketidaksengajaan saya menemukan Warung Tinggi yang konon dinamakan begitu karena dahulu letak tanah nya memang lebih tinggi dibanding dengan rumah-rumah sekitar. Saya yang ketika itu mencari bahan kuliah sebagai sebuah studi penelitian Hobby Bapak-Bapak, langsung meng-googling berbagai macam pilihan kata.

Sampai akhirnya...taaa daaa.. yup saya menemukan website warungtinggi.com.


Saya begitu penasaran sama kedai kopi ini yang telah dibangun sejak generasi pertama Liauw Tek- Soen sejak 1878 dengan bangunan awal sebagai warteg. Letak Warung Tinggi ada di jalan Moolen Vhiet Oost atau yang kini dikenal Jalan Hayam Wuruk.


Dengan tekad yang nekat mencari alamat Jl. Sekolah Tangki no.26,  sampai tertipu naik bemo dan hampir terkena modus copet kaki keram di angkutan umum, akhirnya Saya berhasil menemukan gang kecil yang menjual kopi dengan kualitas tinggi.





Nggak heran kan kalau saya nyasar? lihat deh itu papan petunjuknya juga nggak kelihatan banget. 
Hari pertama ketika saya datang ke Warung Tinggi adalah hari Sabtu, saya dan teman-teman saya rupanya terlambat untuk datang kesana, rupanya hari Sabtu Warung Tinggi tutup pukul 15.00, hari Minggu tutup, hari Senin hingga Jumat buka sampai pukul 17.00. Sebuah fakta unik yang telat kita tahu... ini sama sekali nggak ada diketerangan website soalnya.

Pendek cerita, pertemuan kedua saya dengan Warung Tinggi adalah hari Senin. Masuk ke gerbang kedai kopi, kita langsung melihat mesin roasting untuk kopi, rupanya memang Warung Tinggi benar-benar memproduksi segala macam kopi yang ia jual.

Masuk lebih dalam ke dalam ruangan kecil berisi sedikit meja dan kursi, pemandangan yang terlihat sejauh mata memandang adalah karyawan yang sedang memilah biji kopi satu per satu tangan demi tangan. Masuk ke dalam lagi tersedia beberapa box berisi jenis kopi yang akan dipilih. Ada Robusta, Rajabica, Arabica, Robeko, serta 3 kopi unggulannya kopi Jantan, Betina, dan Exellence.

Saya nggak suka kopi yang pahit... dengan malu-malu karena pengetahuan kopi yang minim, saya menanyakan rekomendasi dari sang barista. Menurutnya kalau untuk wanita biasanya mereka memesan Betina, dengan kafein yang rendah namun sedikit masam rasanya. Pilihan yang satu lagi adalah Robusta yang merupakan salah satu yang paling laris di Warung Tinggi. 

Dengan ragu saya oke oke saja sama si baristanya :D. Si barista langsung mengambil beberapa sendok kopi robusta dan memasukannya ke dalam mesin kopi untuk langsung dihidangkan fresh untuk saya. Aroma kopi saya suka betul... tapi kalau rasanya masih meragukan. 

Kopi langsung diantar ke meja, saya malah takut untuk mencoba (percaya atau enggak percayalah). Sang barista ngerti betul apa mau saya, dia lantas memberikan beberapa toples berisi gula dan krimer (hai gula..hai krimer.. kalian penolong saya).

Saya hirup dalam-dalam kopinya dan minum seteguk demi seteguk.... masih belum beradaptasi juga rupanya lidah saya.

Akhirnya saya bertemu dengan salah satu pelanggan setia Warung Tinggi, namanya Oom John (maaf ya Pak kalau salah penulisan). Beliau memesan seperempat campuran kopi robusta dan rajabica kalau tidak salah. Ternyata disini kebanyakan memang beli kopi bubuknya dan diracik dirumah. 

Dengan senang hati Oom John (60 tahun) mau berbagi sedikit pengetahuannya tentang kopi dan Warung Tinggi, kedai kopi yang Ia kenal dari kakeknya. 

Menurutnya penikmat kopi dan peminum kopi itu berbeda. Peminum kopi bisa saja pusing bila tidak minum kopi seharian. Kalau penikmat kopi beda, Ia lebih mencari makna dibalik meminum kopi.... seperti merasa aroma, rasa, kualitas dan tentu saja non sugar. 

Yang unik yaitu cara beliau meminum kopi racikannya, Ia suka dengan air mendidih dan diminum dengan kayu manis atau mungkin ditambah coklat, tetap saja non sugar. 

Bahkan Oom John dengan senang hati mempraktekan kopi racikannya sendiri kepada saya... kopi yang telah ia beli, kopi campuran robusta dan rajabica yang hanya Ia yang tahu takaran kedua jenis kopi itu. Saya yang masih bingung nurut-nurut saja sambil kembali menelan ludah, haruskah saya minum kopi lagi??.

Beliau minta dimasakan air matang langsung dari teko bukan dispenser, dan meminta dua cangkir untuk saya dan teman saya. 





Fakta kopi: Minum kopi itu langsung pas lagi panas-panasnya.... disitulah antioksidannya berada.
Kopi Warung Tinggi benar-benar dari biji kopi pilihan dan tanpa tambahan tepung jagung didalam pengolahannya.

Terima Kasih Oom John atas jamuan minum kopinya. :)) walaupun saya masih belum terbiasa minum kopi tanpa teman-temanya. 

Ketika pulang ada perasaan bangga bisa tahu tempat ini dan mendapat experience minum kopi yang sesungguhnya. 

And... believe it or not, ketika saya bangun pagi keesokan harinya... badan saya fresh dan nggak pegel-pegel. Apakah ini karna kopinya? entahlah... tapi saya pingin sekali kesana lagi dan menikmati kopi tanpa gula yang disarankan si penikmat kopi, dan menikmati setiap tetes homeybites didalamnya. 








Salam Kopi <3

































Komentar

Posting Komentar